Pendiri Lonely Planet Ogah ke Bali Lagi, Ini Penyebabnya

Travel277 Views

Pendiri Lonely Planet Ogah ke Bali Lagi, Ini Penyebabnya Bali selama ini dikenal sebagai destinasi impian wisatawan dunia. Namun pernyataan mengejutkan datang dari Tony Wheeler, pendiri buku panduan perjalanan terkenal Lonely Planet. Dalam sebuah wawancara eksklusif baru-baru ini, Tony secara terbuka mengaku enggan kembali ke Bali. Keputusannya ini langsung memicu perdebatan di kalangan traveler global. Apa sebenarnya yang membuatnya kecewa terhadap Pulau Dewata?

Siapa Tony Wheeler dan Mengapa Pendapatnya Penting?

Lonely Planet Sosok Legendaris Dunia Traveling

Tony Wheeler adalah tokoh besar dalam dunia pariwisata global. Bersama istrinya, Maureen, ia mendirikan Lonely Planet pada 1972 setelah backpacking dari Inggris ke Australia. Lonely Planet kemudian berkembang menjadi salah satu penerbit panduan perjalanan terbesar di dunia.

Pernah Mempromosikan Bali

Dalam banyak edisi awal, Bali masuk dalam daftar destinasi utama yang direkomendasikan oleh Lonely Planet. Maka dari itu, perubahan sikap Tony terhadap Bali dianggap mengejutkan sekaligus mengundang rasa penasaran.

Alasan Tony Wheeler Tak Ingin ke Bali Lagi

1. Bali Terlalu Padat dan Tidak Otentik Lagi

Dalam wawancara yang dikutip dari The Sydney Morning Herald, Tony menyebut bahwa Bali kini telah berubah jauh dari esensi awalnya. Ia menyoroti pertumbuhan pariwisata yang tidak terkendali, pembangunan hotel dan vila yang masif, hingga kemacetan parah di daerah seperti Canggu, Seminyak, dan Ubud.

“Bali sekarang terlalu ramai, terlalu dibangun, dan kehilangan banyak dari daya tarik aslinya. Saya lebih suka destinasi yang lebih sunyi dan otentik,” ujar Tony.

2. Masalah Sampah dan Lingkungan

Tony juga menyoroti kondisi lingkungan Bali yang memburuk. Ia menyebut persoalan sampah plastik, polusi sungai, hingga kualitas udara yang tidak lagi bersih sebagai alasan lain mengapa ia merasa enggan kembali ke sana.

3. Lonely Planet Bali Terlalu Mengutamakan Wisatawan

Menurut Tony, terlalu banyak elemen budaya Bali yang kini terdistorsi demi memenuhi ekspektasi turis. Acara adat dan pertunjukan budaya terasa seperti atraksi komersial, bukan lagi perayaan spiritual lokal.

Reaksi Warganet dan Pelaku Industri Pariwisata

Respons Pro dan Kontra

Pernyataan Tony ini memicu reaksi beragam. Di media sosial, sebagian warganet menyetujui pandangannya dan menyebut bahwa Bali kini terlalu mainstream. Namun banyak juga yang menganggap kritik ini berlebihan, mengingat Bali tetap menjadi destinasi unggulan dengan nilai budaya yang masih hidup.

Lonely Planet Tanggapan Pemerintah Daerah

Pihak Dinas Pariwisata Bali menyatakan bahwa kritik tersebut menjadi pengingat agar pembangunan pariwisata dilakukan secara lebih berkelanjutan dan tetap mengedepankan pelestarian budaya lokal.

Apakah Bali Masih Layak Dikunjungi?

Ya, Tapi Pilih Tempat dengan Bijak

Meski kritik Tony valid, Bali masih memiliki banyak sisi yang otentik dan alami. Daerah seperti Sidemen, Amed, atau Jatiluwih tetap menawarkan pengalaman khas Bali yang jauh dari hiruk-pikuk wisata massal.

Lonely Planet Pentingnya Pariwisata Berkelanjutan

Pernyataan Tony Wheeler juga menekankan pentingnya pergeseran ke pariwisata berbasis komunitas, ramah lingkungan, dan menghargai nilai-nilai lokal agar Bali tidak kehilangan identitasnya.

Pendiri Lonely Planet Ogah ke Bali

Keputusan Tony Wheeler untuk tidak kembali ke Bali mencerminkan keprihatinan terhadap dampak buruk dari pariwisata massal yang tidak terkontrol. Namun bukan berarti Bali kehilangan semua pesonanya. Kritik ini harus dijadikan cermin untuk membangun sistem pariwisata yang lebih manusiawi, berkelanjutan, dan memuliakan budaya asli Bali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *